Senin, 10 November 2014

IRONI MAHASISWA ALERGI ORGANISASI


Tipe mahasiswa setidaknya ada 3 (tiga) sesuai dengan kebiasaannya, terutama di Universitas Tribhuwana Tunggadewi (Unitri). Pertama, mahasiswa Kupu-kupu; kuliah-pulang kuliah pulang. Sering kita melihat mahasiswa dengan karakter Kupu-kupu, yang aktivitasnya hanya kuliah lalu pulang. Kedua, mahasiswa Kelabang; keliaran bangga. Mahasiswa jenis Kelabang dapat kita pahami karena memang latar belakang dan asal mahasiswa Unitri dari berbagai pelosok di tanah air, sehingga “aji mumpung” berlaku. Mumpung di Malang keliaran menambah pengalaman, keren! Yang terakhir adalah mahasiswa Tikus; Aktivis kampus. Tipe mahasiswa yang terakhir ini adalah tipe mahasiswa yang ideal, setidaknya jika memegang teguh idealismenya. Jika tidak, maka akan benar-benar menyerupai “tikus” ala lagunya Iwan Fals!
Pilihan menjadi mahasiswa kupu-kupu tidak salah apabila diimbangi dengan kegiatan bermanfaat dan serius untuk persiapan menyongsong masa depan lebih baik. Misalnya, menghabiskan waktu membaca buku, mengunjungi perpustakaan, selanjutnya fokus pada tugas-tugas kuliah. Sehingga secara akademis dapat meraih IPK yang baik dan berguna untuk bekal kembali ke masyarakat dan mendapatkan kerja sesuai dengan harapan.
Mahasiswa dengan tipe kelabang bukan pilihan yang cerdas. Keliaran bangga seharusnya dimaknai dalam hal yang positif. Keliaran dan harus bangga apabila menghadiri seminar, lokakarya, simposium, dan kegiatan-kegiatan positif lainnya yang menunjang kegiatan akademis. Bukan keliaran dalam arti sebaliknya yang menyia-nyiakan waktu.
Menjadi mahasiswa ideal bukan hanya menjadi aktivis kampus, setidaknya harus memenuhi tiga kriteria, yaitu; berprestasi, berorganisasi, dan akhlak yang baik (budi pekerti). Ketiga kriteria ini hakikatnya tidak terpisahkan bagi keberhasilan hidup mahasiswa di masa depan. Istilah yang lagi populer hard skill saja tidak cukup, butuh soft skill. Kaitan ketiga hal tersebut menurut Rahmat Hariyadi adalah sebagai berikut.
  1. Prestasi mengantarkan lulus seleksi dalam mendapatkan pekerjaan;
  2. Pengalaman organisasi menjadikan sukses melaksanakan pekerjaan; dan
  3. Akhlak yang baik membuat diterima dalam setiap pergaulan.
Inti dari prestasi adalah pencapaian standar nilai yang tinggi dalam menyelesaikan perkuliahan. Prestasi mencerminkan penguasaan seseorang terhadap sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan dan diujikan kepadanya. Secara singkat, mahasiswa yang berprestasi adalah yang memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tinggi. IPK ini menjadi pertimbangan awal bagi seorang lulusan ketika melamar suatu pekerjaan, baru kemudian hasil ujian tulis, wawancara, uji kompetensi, dan sebagainya. Apabila prestasi rendah, maka biasanya sejak awal seorang calon pelamar sudah tersingkir atau tidak diperhatikan.
Pengalaman berorganisasi banyak dibutuhkan di dunia kerja seperti yang disampaikan oleh Andrie Wongso (motivator dan pengusaha) mengatakan; dalam dunia kerja, banyak perusahaan yang lebih mengutamakan calon karyawan dari lulusan yang memiliki riwayat organisasi. Alasannya, karena mantan aktivis memiliki manajemen waktu, keterampilan interpersonal, serta problem solving yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang tidak memiliki pengalaman organisasi. Karena mereka lebih terlatih dalam mengelola tugas yang banyak dan menetapkan prioritas penyelesaiannya. Mereka tidak canggung lagi dengan tuntutan budaya kerja kantor. Dan tentunya mereka telah terbiasa berinteraksi dengan orang dengan berbagai karakteristiknya, sehingga lebih siap mengelola dan menghadapi konflik dalam perusahaan bahkan menemukan solusinya. Lain halnya dengan mereka yang semasa kuliah tidak aktif berorganisasi, maka ketika memasuki dunia kerja ia baru mulai belajar keterampilan-keterampilan di atas. Hal ini membutuhkan waktu, dan kadang membuat kolega kurang respek, karena semestinya ketika memasuki dunia kerja seseorang benar-benar telah siap bekerja, bukannya baru belajar dari awal!
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi yang Diharapkan Dunia Kerja oleh National Association of Colleges and Employers, USA, 2002. Berikut peringkatnya yang paling dibutuhkan oleh dunia kerja; 1. kemampuan berkomunikasi, 2. integritas/ kejujuran, 3. kemampuan bekerjasama, 4. kemampuan interpersonal dan 5. etika. Sedangkan IPK menduduki peringkat 17 dari 20 item kebutuhan prioritas dunia kerja. Kalau kita tidak punya ruang untuk aktualisasi diri (aktif di organisasi) bagaimana kita melatih semua itu?
Namun demikian memilih organisasi berbasis mahasiswa harus cerdas dan penuh perhitungan bukan sekedar ikut-ikutan. Mengingat menjadi mahasiswa adalah rangkaian terakhir dari proses pendidikan formal. Itu pula mengapa sebutannya maha-siswa sama artinya di atas segala siswa. Pengertiannya sederhana, kita dituntut untuk mandiri dalam belajar, rasional dalam pilihan, dan menjadi orang yang merdeka lahir batin sebagai bekal kembali kemasyarakat sebagai agent of change. Bukan seperti siswa yang senantiasa apa kata guru, terikat kuat dengan pilihan-pilihan orang tua, bahkan dalam banyak hal pilihannya sekedar ikut-ikutan, berdasarkan kesenangan dan hanya karena pilihan itu adalah pilihan teman karib kita.
Banyak organisasi yang penuh dengan doktrin yang mengkungkung dan mengebiri fitrah kita yang senantiasa oleh Tuhan dituntut menggunakan akal, dituntut menggunakan kesadaran beraktivitas dalam hidup untuk beribadah dan menjadi khalifah fil ard di dunia. Dalam kitab suci Tuhan senantiasa mengajak manusia untuk berpikir tentang segala bentuk kuasa dan ciptaan Tuhan, agar bersyukur. Orang yang menggunakan kesadaran dan ilmunya lebih tinggi derajatnya dimata Tuhan dibandingkan dengan aktivitas yang tidak berdasar ilmu dan kesadaran.
Oleh karena, memilih organisasi sama cerdasnya dengan memilih untuk menjadi orang sukses. Karena salah memilih organisasi berarti salah pula memupuk pribadi, mental dan pola pikir bagaimana menjadi orang yang hebat. Ingat dalam organisasi ada budaya organisasi. Jika budayanya tidak cerdas, budayanya menghalalkan segala cara, melestarikan tradisi-tradisi yang jauh dari nilai-nilai agama dan tidak berorientasi kepada kehidupan dunia dan akhirat, tentunya kita akan menjadi pribadi sebagaimana lingkungan dan budaya membentuk kita. Pilihan organisasi bukan untuk sukses di dunia saja lebih dari itu untuk bekal di akhirat tentunya.
Akhlak yang baik adalah mata uang yang laku di mana saja, dan bisa untuk membeli apa saja. Dengan akhlak yang baik, simpati teman mudah didapatkan, ketidaksukaan orang dapat dihindari, hati atasan dapat dibuat terkesan, bantuan dan pertolongan orang lain mudah didapatkan. Inilah hebatnya akhlak, sehingga bila hal ini tidak ada, maka prestasi dan pengalaman organisasi di atas menjadi tidak berarti.
Analoginya begini, IPK sama dengan IQ (kecerdasan intelektual) dan pengalaman organisasi dapat kita sebut dengan EQ (kecerdasan emosional). IQ dan EQ yang mumpuni akan menjadikan seorang lulusan jumawa (tinggi hati) dan sekali waktu dapat dengan mudah putus asa (bahkan di negara maju banyak yang sampai bunuh diri). Untuk menyempurnakannya dibutuhkan SQ (kecerdasan spiritual) sebagai sandaran hakiki bagi kita makluk yang ber-Tuhan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kombinasi menjadi pribadi sukses selain kemampuan IQ dan EQ, kuncinya bersandar pada SQ sebagai pusat orbit segala aktivitas kita, buahnya akhlak yang baik dan menjadi pribadi teladan.
Idealnya mahasiswa harus menjadi Insan Akademis, Pencipta dan Pengabdi. Insan Pencipta sebagai bentuk tanggung jawab sebagai orang yang sedang belajar di perguruan tinggi, IPK sebagai indikatornya. Pencipta, adalah tuntutan kreativitas dan inovatif setelah berilmu karena beradaban besar di dunia lahir dari kreativitas dan inovasi dari orang yang berilmu. Sedangkan Pengabdi, adalah tanggung jawab sosial bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya dan juga untuk lingkungannya.
Selanjutnya, tinggal kita bertanya pada diri sendiri termasuk kategori mahasiswa yang bagaimanakah kita? Atau ada jenis mahasiswa lain yang belum tersebutkan di atas. Namun yang pasti bagi Anda yang sudah menjadi Tikus, sudah berada pada jalur kesuksesan dengan catatan IPK dan Akhlak tidak diabaikan. Bukankah banyak yang “keasikan” aktif di organisasi melupakan kuliah dan mengabaikan akhlak/ budi pekerti/ tata krama sebagai pribadi calon intelektual? Semoga tidak demikian, Selamat berjuang!

Referensi;
Artikel pribadi dody setyawan
National Association of Colleges and Employers, USA, 2002

0 komentar:

Posting Komentar